Sabtu, 23 Januari 2010

TAWAS

TEORI

Alum merupakan salah satu senyawa kimia yang dibuat dari dari molekul air dan dua jenis garam, salah satunya biasanya Al2(SO4)3. Alum kalium, juga sering dikenal dengan alum, mempunyai rumus formula yaitu K2SO4.Al2(SO4)3.24H2O. Alum kalium merupakan jenis alum yang paling penting. Alum kalium merupakan senyawa yang tidak berwarna dan mempunyai bentuk kristal oktahedral atau kubus ketika kalium sulfat dan aluminium sulfat keduanya dilarutkan dan didinginkan. Larutan alum kalium tersebut bersifat asam. Alum kalium sangat larut dalam air panas. Ketika kristalin alum kalium dipanaskan terjadi pemisahan secara kimia, dan sebagian garam yang terdehidrasi terlarut dalam air. Alum kalium memiliki titik leleh 900ÂșC.
Tipe lain dari alum adalah aluminium sulfat yang mencakupi alum natrium, alum amonium, dan alum perak. Alum digunakan untuk pembuatan bahan tekstil yang tahan api, obat, dan sebagainya (http://encarta.com).
Aluminium sulfat padat dengan nama lain: alum, alum padat, aluminium alum, cake alum, atau aluminium salt adalah produk buatan berbentuk bubuk, butiran, atau bongkahan, dengan rumus kimia Al2(SO4)3. xH2O.
Kekeruhan dalam air dapat dihilangkan melalui penambahan sejenis bahan kimia yang disebut koagulan. Pada umumnya bahan seperti Aluminium sulfat [Al2(SO4)3.18H2O] atau sering disebut alum atau tawas, fero sulfat, Poly Aluminium Chlorida (PAC) dan poli elektrolit organik dapat digunakan sebagai koagulan. Untuk menentukan dosis yang optimal, koagulan yang sesuai dan pH yang akan digunakan dalam proses penjernihan air, secara sederhana dapat dilakukan dalam laboratorium dengan menggunakan tes yang sederhana (Alearts & Santika, 1984).
Prinsip penjernihan air adalah dengan menggunakan stabilitas partikel-partikel bahan pencemar dalam bentuk koloid. Stabilitas partikel-partikel bahan pencemar ini disebabkan:

a. Partikel-partikel kecil ini terlalu ringan untuk mengendap dalam waktu yang pendek (beberapa jam).
b. Partikel-partikel tersebut tidak dapat menyatu, bergabung dan menjadi partikel yang lebih besar dan berat, karena muatan elektris pada permukaan, elektrostatis antara muatan partikel satu dan yang lainnya.
Stabilitas partikel-partikel bahan pencemar ini dapat diganggu dengan pembubuhan koagulan.
Dalam proses penjernihan air secara kimia melibatkan dua proses yaitu koagulasi dan flokulasi (Alearts & Santika, 1984).
Proses koagulasi adalah suatu proses pertumbuhan dan pencampuran dilakukan secara tepat dari suatu proses koagulan, stabilisasi dan partikel-partikel koloid tersuspensi, serta agregasi awal dari partikel-partikel terstabilisasi (Reynold, 1982).
Partikel-partikel koloid yang terbentuk umumnya terlalu sulit untuk dihilangkan jika hanya dengan pengendapan secara gravitasi. Tetapi apabila koloid-koloid tersebut distabilkan dengan cara agregasi atau koagulasi menjadi partikel yang lebih besar maka koloid-koloid tersebut dapat dihilangkan dengan cepat (Metcalf & Eddy, 1978).
Terdapat tiga mekanisme koagulasi yaitu komponen lapisan ganda (doeble layer compression), adsorbsi (adsorbtion) dan absorbsi oleh polimer (absorption by polymer).
Koagulasi merupakan proses penambahan bahan kimia (koagulan) yang memiliki kemampuan untuk menjadikan partikel koloid tidak stabil sehingga partikel siap membentuk flok.
Flokulasi merupakan proses pembentukan dan penggabungan flok dari partikel-partikel tersebut yang menjadikan ukuran dan beratnya lebih besar sehingga mudah mengendap. Flokulan yang digunakan untuk penjernihan air yaitu NaOH. Hal ini karena pengotor banyak mengandung ion positif sehingga dengan penambahan polimer yang bersifat negatif dapat mengikat flok lebih besar dan proses pengendapan lebih cepat (Soeparman & Suparmin, 2002).

PEMBAHASAN

Air merupakan salah satu komponen yang sangat penting bagi kehidupan selain udara. Makhluk hidup yang ada tidak dapat lepas dari penggunaan air dalam kehidupannya. Namun pada akhir-akhir ini persoalan ketersediaan air bersih menjadi suatu masalah karena banyaknya air yang telah kerkotori oleh kontaminan. Kontaminan-kontaminan berasal dari limbah rumah tangga dan industri. Sehingga secara kualitas, sumberdaya air telah mengalami penurunan. Demikian pula secara kuantitas, yang sudah tidak mampu memenuhi kebutuhan yang terus meningkat.
Salah satu cara untuk menanggulangi permasalahan ini adalah dengan pengolahan air. Terdapat tiga tahap penting pada proses pengolahan air dengan penambahan zat kimia seperti tawas yaitu: tahap pembentukan inti endapan, tahap flokulasi, tahap pemisahan flok dengan cairan.
Koagulasi dan flokulasi merupakan suatu proses yang umum dilakukan dalam pengolahan limbah cair industri. Koagulasi adalah proses penambahan bahan kimia atau koagulan kedalam air limbah yang bertujuan untuk mengurangi daya tolak menolak antar partikel koloid, sehingga partikel-partikel tersebut dapat bergabung menjadi flok-flok kecil. Flokulasi adalah proses penggabungan flok-flok kecil sehingga menjadi flok-flok yang lebih besar sehingga akan mudah mengendap.
Biasanya pengolahan air dengan menggunakan tawas ini, dilakukan pada awal proses pengolahan air kotor. Tawas ditambahkan ke dalam air sehingga menyebabkan partikel-partikel tersuspensi akan mengendap dan kemudian air dapat diolah lebih lanjut. Salah satunya dengan proses filtrasi. Kemudian didesinfeksi lalu dapat dikonsumsi.
Tawas merupakan alumunium sulfat yang dapat digunakan sebagai penjernih air seperti sedimentasi (water treatment) karena tawas yang dilarutkan dalam air mampu mengikat kotoran-kotoran dan mengendapkan kotoran dalam air sehingga menjadikan air menjadi jernih. Tawas dikenal sebagai koagulan didalam pengolahan air limbah. Sebagai koagulan tawas sangat efektif untuk mengendapkan partikel yang melayang baik dalam bentuk koloid maupun suspensi. Selain digunakan sebagai penjernih air, tawas juga dapat digunakan sebagai zat aditif untuk antiperspirant (deodorant).
Pada praktikum kali ini akan dilakukan proses produksi tawas (alum). Tawas sendiri adalah kelompok garam rangkap berhidrat berupa kristal dan bersifat isomorf. Tawas ini dikenal dengan nama potassium aluminium sulfat dodekahidrat atau KAl(SO4)2.12 H2O yang dikenal banyak sebagai koagulan didalam pengolahan air maupun limbah. Sebagai koagulan alum sulfat sangat efektif untuk mengendapkan partikel yang melayang baik dalam bentuk koloid maupun suspensi. Tawas ini dipasaran dibedakan atas 2 jenis berdasarkan bentuknya, yaitu tawas butek dan tawas bening. Tawas atau alum ini dibuat melalui dua cara yaitu :
1. Proses Bauxite
Dengan proses bauxite ini tawas dibuat langsung dari bauxite dan asam sulfat. Dimana bauxite mengandung kurang lebih 50% Al(OH)3.
2. Proses Al(OH)3
Dengan proses Al(OH)3 ini tawas dibuat dari Al(OH)3 yang direaksikan dengan asam sulfat membentuk alum sulfat.
Sedangkan pada praktikum kali ini dilakukan pembuatan tawas dari Al(OH)3 yang direaksikan dengan asam sulfat. Pada prosedurnya yang pertama dilakukan adalah dengan menimbang Al(OH)3 sebanyak 100 gram dengan 300 mL air. Air ini digunakan untuk mengencerkan tawas sehingga tawas tersebut berubah dari padatan menjadi larutan, karena tawas dalam bentuk padatan akan sulit bereaksi dengan asam sulfat encer. Kemudian ditambahkan 200 mL asam sulfat pekat 98% secara perlahan-lahan dan diaduk pelan-pelan selama kurang lebih 60 menit sampai homogen. Penggunaan asam sulfat disini berfungsi sebagai reaktan. Proses pencampuran tersebut dilakukan di ruang asam, hal ini dilakukan karena salah satu bahan pembuat tawas adalah asam sulfat pekat yang merupakan zat kimia berbahaya yang apabila terhisap dapat mengganggu kesehatan dan proses pencampuran tersebut menghasilkan reaksi eksoterm (mengeluarkan panas) sehingga bersifat eksplosif dan dapat meledak. Setelah semua bahan dicampurkan, kemudian diaduk agar homogen. Setelah itu tunggu beberapa saat, kemudian cetak pada wadah yang telah disediakan. Pada saat dikemas ke dalam wadah, tawas tidak boleh terlalu dingin. Jika terlalu dingin, tawas akan mengkristal dan mengendap karena kelarutannya rendah dalam suasana dingin, akibatnya tawas sulit untuk dicetak. Untuk menguji tawas yang telah dibuat dapat dilakukan dengan menggunakan air limbah (air yang sudah tidak jernih lagi) yaitu dengan cara tawas ditambahkan dengan koagulan, koagulan tersebut memiliki kemampuan untuk menjadikan partikel koloid tidak stabil sehingga partikel siap membentuk flok. Setelah itu ditambahkan flokulan yang terbuat dari polimer, flokulan yang digunakan untuk penjernihan air yaitu NaOH. Hal ini karena pengotor banyak mengandung ion positif sehingga dengan penambahan polimer yang bersifat negatif dapat mengikat flok lebih besar dan proses pengendapan lebih cepat. Lalu campuran tersebut diaduk dan dibiarkan beberapa saat hingga kotoran-kotoran yang terdapat di air mengendap semuanya. Tawas yang baik adalah tawas yang mampu mengikat banyak kotoran-kotoran dan mengendapkannya sehingga air menjadi jernih.

COPY FROM MANY SOURCES

KESELAMATAN DAN KERSEHATAN KERJA DI LABORATORIUM

copy from : "KIMIA ANALITIK untuk SMK" (Adam Wiryawan, dkk)

Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan suatu pemikiran
dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik
jasmani maupun rohani. Dengan keselamatan dan kesehatan kerja
maka para pekerja diharapkan dapat melakukan pekerjaan dengan
aman dan nyaman. Pekerjaan dikatakan aman jika apapun yang
dilakukan oleh pekerja tersebut, resiko yang mungkin muncul dapat
dihindari. Pekerjaan dikatakan nyaman jika para pekerja yang
bersangkutan dapat melakukan dengan merasa nyaman dan betah,
sehingga tidak mudah capek

4.1. HAL-HAL PENYEBAB KECELAKAAN
Ada dua hal penyebab terjadinya kecelakaan kerja, yaitu :
a. Terjadi secara kebetulan.
Dianggap sebagai kecelakaan dalam arti asli (genuine accident)
sifatnya tidak dapat diramalkan dan berada di luar kendali
manejemen perusahaan. Misalnya, seorang karyawan tepat berada
di depan jendela kaca ketika tiba-tiba seseorang melempar jendela
kaca sehingga mengenainya.
b. Kondisi kerja yang tidak aman.
Kondisi kerja yang tidak aman merupakan salah satu penyebab
utama terjadinya kecelakaan. Kondisi ini meliputi faktor-faktor
sebagai berikut:
(1). Peralatan yang tidak terlindungi secara benar.
(2).Peralatan yang rusak.
(3). Prosedur yang berbahaya dalam, pada, atau di sekitar mesin
atau peralatan gudang yang tidak aman (terlalu penuh).
(4). Cahaya tidak memadai, suram, dan kurang penerangan.
(5). Ventilasi yang tidak sempurna, pergantian udara tidak cukup,
atau sumber udara tidak murni.
Pemilihan terhadap faktor-faktor ini adalah dengan
meminimalkan kondisi yang tidak aman, misalnya dengan cara
membuat daftar kondisi fisik dan mekanik yang dapat menyebabkan
terjadinya kecelakaan. Pembuatan cheklist ini akan membantu
dalam menemukan masalah yang menjadi penyebab kecelakaan.

4.2. SUMBER-SUMBER KECELAKAAN KERJA
Faktor-faktor yang besar pengaruhnya terhadap timbulnya
bahaya dalam proses industri maupun laboratorium meliputi suhu,
tekanan, dan konsentrasi zat-zat pereaksi. Suhu yang tinggi
diperlukan dalam rangka menaikkan kecepatan reaksi kimia dalam
industri, hanya saja ketahanan alat terhadap suhu harus
dipertimbangkan. Tekanan yang tinggi diperlukan untuk
mempercepat reaksi, akan tetapi kalau tekanan sistem melampaui
batas yang diperkenankan dapat terjadi peledakan. Apalagi jika
proses dilakukan pada suhu tinggi dan reaktor tidak kuat lagi
menahan beban. Konsentrasi zat pereaksi yang tinggi dapat
menyebabkan korosif terhadap reaktor dan dapat mengurangi umur
peralataan. Selain itu sifat bahan seperti bahan yang mudah
terbakar, mudah meledak, bahan beracun, atau dapat merusak
bagian tubuh manusia.
Beberapa sumber bahaya yang berpotensi menimbulkan
kecelakaan kerja dapat dikategorikan sebagai berikut:
a. Bahan Kimia.
Meliputi bahan mudah terbakar, bersifat racun, korosif,
tidak stabil, sangat reaktif, dan gas yang berbahaya. Penggunaan
senyawa yang bersifat karsinogenik dalam industri maupun
laboratorium merupakan problem yang signifikan, baik karena
sifatnya yang berbahaya maupun cara yang ditempuh dalam
penanganannya. Beberapa langkah yang harus ditempuh dalam
penanganan bahan kimia berbahaya meliputi manajemen, cara
pengatasan, penyimpanan dan pelabelan, keselamatan di
laboratorium, pengendalian dan pengontrolan tempat kerja,
dekontaminasi, disposal, prosedur keadaan darurat, kesehatan
pribadi para pekerja, dan pelatihan. Bahan kimia dapat
menyebabkan kecelakaan melalui pernafasan (seperti gas beracun),
serapan pada kulit (cairan), atau bahkan tertelan melalui mulut untuk
padatan dan cairan.
Bahan kimia berbahaya dapat digolongkan ke dalam
beberapa kategori yaitu, bahan kimia yang eksplosif (oksidator,
logam aktif, hidrida, alkil logam, senyawa tidak stabil secara
termodinamika, gas yang mudah terbakar, dan uap yang mudah
terbakar). Bahan kimia yang korosif (asam anorganik kuat, asam
anorganik lemah, asam organik kuat, asam organik lemah, alkil kuat,
pengoksidasi, pelarut organik). Bahan kimia yang merusak paru-paru
(asbes), bahan kimia beracun, dan bahan kimia karsinogenik
(memicu pertumbuhan sel kanker), dan teratogenik.
b. Aliran Listrik
Penggunaan peralatan dengan daya yang besar akan memberikan kemungkinan-kemungkinan untuk terjadinya kecelakaan kerja. Beberapa faktor yang harus diperhatikan antara
lain:
(1). Pemakaian safety switches yang dapat memutus arus listrik jika
penggunaan melebihi limit/batas yang ditetapkan oleh alat.
(2). Improvisasi terhadap peralatan listrik harus memperhatikan standar keamanan dari peralatan.
(3). Penggunaan peralatan yang sesuai dengan kondisi kerja sangat diperlukan untuk menghindari kecelakaan kerja.
(4) Berhati-hati dengan air. Jangan pernah meninggalkan perkerjaan
yang memungkinkan peralatan listrik jatuh atau bersinggungan
dengan air. Begitu juga dengan semburan air yang langsung
berinteraksi dengan peralatan listrik.
(5). Berhati-hati dalam membangun atau mereparasi peralatan listrik
agar tidak membahayakan penguna yang lain dengan cara
memberikan keterangan tentang spesifikasi peralatan yang telah
direparasi.
(6). Pertimbangan bahwa bahan kimia dapat merusak peralatan
listrik maupun isolator sebagai pengaman arus listrik. Sifat korosif
bahan kimia dapat menyebabkan kerusakan pada komponen listrik.
(7). Perhatikan instalasi listrik jika bekerja pada atmosfer yang
mudah meledak. Misalnya pada lemari asam yang digunakan untuk
pengendalian gas yang mudah terbakar.
(8). Pengoperasian suhu dari peralatan listrik akan memberikan
pengaruh pada bahan isolator listrik. Temperatur sangat rendah
menyebabkan isolator akan mudah patah dan rusak. Isolator yang
terbuat dari bahan polivinil clorida (PVC) tidak baik digunakan pada
suhu di bawah 0 oC. Karet silikon dapat digunakan pada suhu –50
oC. Batas maksimum pengoperasian alat juga penting untuk
diperhatikan. Bahan isolator dari polivinil clorida dapat digunakan
sampai pada suhu 75 oC, sedangkan karet silikon dapat digunakan
sampai pada suhu 150 oC.
d. Radiasi
Radiasi dapat dikeluarkan dari peralatan semacam X-ray
difraksi atau radiasi internal yang digunakan oleh material radioaktif
yang dapat masuk ke dalam badan manusia melalui pernafasan,
atau serapan melalui kulit. Non-ionisasi radiasi seperti ultraviolet,
infra merah, frekuensi radio, laser, dan radiasi elektromagnetik dan
medan magnet juga harus diperhatikan dan dipertimbangkan
sebagai sumber kecelakaan kerja.
e. Mekanik.
Walaupun industri dan laboratorium modern lebih
didominasi oleh peralatan yang terkontrol oleh komputer, termasuk
di dalamnya robot pengangkat benda berat, namun demikian kerja
mekanik masih harus dilakukan. Pekerjaan mekanik seperti
transportasi bahan baku, penggantian peralatan habis pakai, masih
harus dilakukan secara manual, sehingga kesalahan prosedur kerja
dapat menyebabkan kecelakaan kerja. Peralatan keselamatan kerja
seperti helmet, sarung tangan, sepatu, dan lain-lain perlu mendapatkan
perhatian khusus dalam lingkup pekerjaan ini.
f. A p i.
Hampir semua laboratorium atau industri menggunakan
bahan kimia dalam berbagai variasi penggunaan termasuk proses
pembuatan, pemformulaan atau analisis. Cairan mudah terbakar
yang sering digunakan dalam laboratorium atau industri adalah
hidrokarbon. Bahan mudah terbakar yang lain misalnya pelarut
organik seperti aseton, benzen, butanol, etanol, dietil eter, karbon
disulfida, toluena, heksana, dan lain-lain. Para pekerja harus
berusaha untuk akrab dan mengerti dengan informasi yang terdapat
dalam Material Safety Data Sheets (MSDS). Dokumen MSDS
memberikan penjelasan tentang tingkat bahaya dari setiap bahan
kimia, termasuk di dalamnya tentang kuantitas bahan yang
diperkenankan untuk disimpan secara aman.
Sumber api yang lain dapat berasal dari senyawa yang
dapat meledak atau tidak stabil. Banyak senyawa kimia yang mudah
meledak sendiri atau mudah meledak jika bereaksi dengan senyawa
lain. Senyawa yang tidak stabil harus diberi label pada
penyimpanannya. Gas bertekanan juga merupakan sumber
kecelakaan kerja akibat terbentuknya atmosfer dari gas yang mudah
terbakar.
g. Suara (kebisingan).
Sumber kecelakaan kerja yang satu ini pada umumnya
terjadi pada hampir semua industri, baik industri kecil, menengah,
maupun industri besar. Generator pembangkit listrik, instalasi
pendingin, atau mesin pembuat vakum, merupakan sekian contoh
dari peralatan yang diperlukan dalam industri. Peralatan-peralatan
tersebut berpotensi mengeluarkan suara yang dapat menimbulkan
kecelakaan kerja dan gangguan kesehatan kerja. Selain angka
kebisingan yang ditimbulkan oleh mesin, para pekerja harus
memperhatikan berapa lama mereka bekerja dalam lingkungan
tersebut. Pelindung telinga dari kebisingan juga harus diperhatikan
untuk menjamin keselamatan kerja.

4.3. PENGENALAN BAHAN BERACUN DAN BERBAHAYA
a. Petunjuk umum untuk menangani buangan sampah.
Semua bahan buangan atau sampah dikumpulkan
menurut jenis bahan tersebut. Bahan-bahan tersebut ada yang dapat
didaur ulang dan ada pula yang tidak dapat didaur ulang. Bahan
yang termasuk kelompok bahan buangan/sampah yang dapat di
daur ulang antara lain gelas, kaleng, botol baterai, sisa-sisa
konstruksi bangunan, sampah biologi seperti tanaman, buahbuahan,
kantong dan beberapa jenis bahan-bahan kimia.
Sedangkan bahan-bahan buangan yang tidak dapat didaur ulang
atau yang sukar didaur ulang seperti plastik hendaknya dihancurkan.
Karena belum ada aturan yang jelas dalam cara pembuangan jenis
sampah di Indonesia, maka sebelum sampah dibuang harus
berkonsultasi terlebih dahulu dengan pengurus atau pengelola
laboratorium yang bersangkutan.
b. Bahan-bahan buangan yang umum terdapat di laboratorium.
(1). Fine chemicals.
Fine chemicals hanya dapat dibuang ke saluran pembuangan
atau tempat sampah jika:
- Tidak bereaksi dengan air.
- Tidak eksplosif (mudah meledak).
- Tidak bersifat radioaktif.
- Tidak beracun.
- Komposisinya diketahui jelas.
(2) Larutan basa.
Hanya larutan basa dari alkali hidroksida yang bebas sianida,
ammoniak, senyawa organik, minyak dan lemak dapat dibuang
kesaluran pembuangan. Sebelum dibuang larutan basa itu harus
dinetralkan terlebih dahulu. Proses penetralan dilakukan pada
tempat yang disediakan dan dilakukan menurut prosedur mutu
laboratorium.
(3). Larutan asam.
Seperti juga larutan basa, larutan asam tidak boleh
mengandung senyawa-senyawa beracun dan berbahaya dan selain
itu sebelum dibuang juga harus dinetralkan pada tempat dan
prosedur sesuai ketentuan laboratorium.
(4). Pelarut.
Pelarut yang tidak dapat digunakan lagi dapat dibuang ke
saluran pembuangan jika tidak mengandung halogen (bebas fluor,
klorida, bromida, dan iodida). Jika diperlukan dapat dinetralkan
terlebih dahulu sebelum dibuang ke saluran air keluar. Untuk pelarut
yang mengandung halogen seperti kloroform (CHCl3) sebelum
dibuang harus dilakukan konsultasi terlebih dahulu dengan pengurus
atau pengelola laboratorium tempat dimana bahan tersebut akan
dibuang.
(5). Bahan mengandung merkuri.
Untuk bahan yang mengandung merkuri (seperti pecahan
termometer merkuri, manometer, pompa merkuri, dan sebagainya)
pembuangan harus ekstra hati-hati. Perlu dilakukan konsultasi
terlebih dahulu dengan pengelola laboratorium sebelum bahan
tersebut dibuang.
(6). Bahan radiokatif.
Sampah radioaktif memerlukan penanganan yang khusus.
Otoritas yang berwenang dalam pengelolaan sampah radioaktif di
Indonesia adalah Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN).
(7). Air pembilas.
Air pembilas harus bebas merkuri, sianida, ammoniak,
minyak, lemak, dan bahan beracun serta bahan berbahaya lainnya
sebelum dibuang ke saluran pembuangan keluar.
c. Penanganan Kebakaran
Beberapa bahan kimia seperti eter, metanol, kloroform, dan
lain-lain bersifat mudah terbakar dan mudah meledak. Apabila
karena sesuatu kelalaian terjadi kecelakaan sehingga
mengakibatkan kebakaran laboratorium atau bahan-bahan kimia,
maka kita harus melakukan usaha-usaha sebagai berikut:
(1). Jika apinya kecil, maka lakukan pemadaman dengan Alat Pemadam
Api Ringan (APAR).
(2). Matikan sumber listrik/gardu utama agar listrik tidak mengganggu
upaya pemadaman kebakaran.
(3). Lokalisasi api supaya tidak merember ke arah bahaan mudah
terbakar lainnya.
(4). Jika api mulai membesar, jangan mencoba-coba untuk memadamkan
api dengan APAR. Segera panggil mobil unit Pertolongan
Bahaya Kebakaran (PBK) yang terdekat.
(5). Bersikaplah tenang dalam menangani kebakaran, dan jangan
mengambil tidakan yang membahayakan diri sendiri maupun orang
lain.

4.4. TEKNIK PERCOBAAN BERBAHAYA
Percobaan-percobaan dalam laboratorium dapat meliputi
berbagai jenis pekerjaan diantaranya mereaksikan bahan-bahan
kimia, destilasi, ekstraksi, memasang peralatan, dan sebagainya.
Masing-masing teknik dapat mengandung resiko yang berbeda
antara satu dengan yang lainnya. Tentu saja bahan tersebut sangat
berkaitan dengan penggunaan bahan dalam percobaan, sehingga
susah untuk memisahkan bahaya antara teknik dan bahan.
Walaupun demikian kita dapat memperkecil dan memperkirakan
bahaya yang dapat timbul dalam kaitannya dengan teknik dan bahan
yang digunakan.
a. Reaksi Kimia
Semua reaksi kimia menyangkut perubahan energi yang
diwujudkan dalam bentuk panas. Kebanyakan reaksi kimia disertai
dengan pelepasan panas (reaksi eksotermis), meskipun adapula
beberapa reaksi kimia yang menyerap panas (reaksi endotermis).
Bahaya dari suatu reaksi kimia terutama adalah karena proses
pelepasan energi (panas) yang demikian banyak dan dengan
kecepatan yang sangat tinggi, sehingga tidak terkendali dan bersifat
destruktif (merusak) terhadap lingkungan.
Banyak kejadian dan kecelakaan di dalam laboratorium sebagai
akibat reaksi kimia yang hebat atau eksplosif (bersifat ledakan).
Namun kecelakaan tersebut pada hakikatnya disebabkan oleh
kurangnya pengertian atau apresiasi terhadap faktor-faktor kimiafisika
yang mempengaruhi kecepatan reaksi kimia. Beberapa faktor
yang dapat mempengaruhi kecepatan suatu reaksi kimia adalah
konsentrasi pereaksi, kenaikan suhu reaksi, dan adanya katalis.
Sesuai denga hukum aksi massa, kecepatan reaksi bergantung
pada konsentrasi zat pereaksi. Oleh karena itu, untuk percobaanpercobaan
yang belum dikenal bahayanya, tidak dilakukan dengan
konsetrasi pekat, melainkan konsentrasi pereaksi kira-kira 10% saja.
Kalau reaksi telah dikenal bahayanya, maka konsetrasi pereaksi
cukup 2 – 5 % saja sudah memadahi. Suatu contoh, apabila amonia
pekat direaksikan dengan dimetil sulfat, maka reaksi akan bersifat
eksplosif, akan tetapi tidak demikian apabila digunakan amonia
encer.
Pengaruh suhu terhadap kecepatan reaksi kimia dapat
diperkirakan dengan persamaan Arhenius, dimana kecepatan reaksi
bertambah secara eksponensial dengan bertambahnya suhu.
Secara kasar apabila suhu naik sebesar 10oC, maka kecepatan
reaksi akan naik menjadi dua kali. Atau apabila suhu reaksi
mendadak naik 100oC, ini berarti bahwa kecepatan reaksi mendadak
naik berlipat 210 = 1024 kali. Di sinilah pentingnya untuk melakukan
kendali terhadap suhu reaksi, misalnya dengan pendinginan apabila
reaksi bersifat eksotermis. Suatu contoh asam meta-nitrobenzen
sulfonat pada suhu sekitar 150oC akan meledak akibat reaksi
penguraian eksotermis. Campuran kalium klorat, karbon, dan
belerang menjadi eksplosif pada suhu tinggi atau jika kena
tumbukan, pengadukan, atau gesekan (pemanasan pelarut). Dengan
mengetahui pengaruh kedua faktor di atas maka secara umum dapat
dilakukan pencegahan dan pengendalian terhadap reaksi-reaksi
kimia yang mungkin bersifat eksplosif.
b. Pemanasan.
Pemanasan dapat dilakukan dengan listrik, gas, dan uap. Untuk
laboratorium yang jauh dari sarana tersebut, kadang kala dipakai
pula pemanas kompor biasa. Pemanasan tersebut biasanya
digunakan untuk mempercepat reaksi, pelarutan, destilasi, maupun
ekstraksi.
Untuk pemanasan pelarut-pelarut organik (titik didih di bawah
100oC), seperti eter, metanol, alkohol, benzena, heksana, dan
sebagainya, maka penggunaan penangas air adalah cara termurah
dan aman. Pemanasan dengan api terbuka, meskipun dengan api
sekecil apapun, akan sangat berbahaya karena api tersebut dapat
menyambar ke arah uap pelarut organik. Demikian juga pemanasan
dengan hot plate juga berbahaya, karena suhu permukaan dapat
jauh melebihi titik nyala pelarut organik.
Pemanasan pelarut yang bertitik didih lebih dari 100oC, dapat
dilakukan dengan aman apabila memakai labu gelas borosilikat dan
pemanas listrik (heating mantle). Pemanas tersebut ukurannya
harus sesuai besarnya labu gelas. Penangas minyak dapat pula
dipakai meskipun agak kurang praktis. Walaupun demikian
penangas pasir yang dipanaskan dengan terbuka, tetap berbahaya
untuk bahan-bahan yang mudah terbakar. Untuk keperluan
pendidikan, pemanas bunsen dengan dilengkapi anyaman kawat
(wire gause) cukup murah dan memadahi untuk bahan-bahan yang
tidak mudah terbakar.
c. Destruksi.
Dalam analisis kimia terutama untuk mineral, tanah, atau
makanan, diperlukan destruksi contoh agar komponen-komponen
yang akan dianalisis terlepas dari matriks (senyawa-senyawa lain).
Biasanya reaksi destruksi dilakukan dengan asam seperti asam
sulfat pekat, asam nitrat, asam klorida tanpa atau ditambah atau
ditambah peroksida seperti persulfat, perklorat, hidrogen peroksida,
dan sebagainya. Selain itu, biasanya reaksi juga harus dipanaskan
untuk mempermudah proses destruksi. Jelas dalam pekerjaan
destruksi terkumpul beberapa faktor bahaya sekaligus, yaitu bahan
berbahaya (eksplosif) dan kondisi suhu tinggi yang menambah
tingkat bahaya.
Oleh karena itu, destruksi harus dilakukan amat berhati-hati,
diantaranya:
- Pelajari dan ikuti prosedur kerja secara seksama, termasuk
pengukuran jumlah reagen secara tepat dan cara pemanasannya.
- Percobaan dilakukan dalam almari asam. Hati-hati dalam membuka
dan menutup pintu almari asam pada saat proses destruksi
berlangsung.
- Lindungi diri dengan kacamata/pelindung muka dan sarung tangan
pada setiap kali bekerja.
- Terutama bagi para pekerja baru atau yang belum berpengalaman,
diperlukan supervisi atau konsultasi dengan yang lebih
berpengalaman.
Dengan cara di atas akan dapat dicegah terjadinya ledakan
yang dapat mengakibatkan luka oleh pecahan kaca atau percikan
bahan-bahan kimia yang panas dan korosif.
d. Destilasi.
Destilasi merupakan proses gabungan antara pemanasan dan
pendinginan uap yang terbentuk sehingga diperoleh cairan kembali
yang murni. Bahaya pemanasan cairan dapat dihindari dengan
memperhatikan sub-bab pemanasan. Dalam pemanasan cairan
biasanya ditambahkan batu didih (boililng chips), untuk mencegah
pendidihan yang mendadak (bumping). Batu didih yang berpori perlu
diganti setiap kali akan melakukan destilasi kembali. Untuk destilasi
hampa udara (vacum destilation), aliran udara melalui kapiler ke
dalam bagian bawah labu merupakan pengganti batu didih.
Bahaya yang sering timbul dalam pendingin Leibig adalah
kurang kuatnya selang air baik dari keran maupun yang menuju pipa
pendingin. Lepasnya selang air dapat menyebabkan banjir dan
proses pendinginan tidak berjalan dan uap cairan berhamburan ke
dalam ruangan laboratorium. Oleh karena itu, terutama untuk
destilasi yang terus-menerus atau sering ditinggalkan, hubungan
selang dengan keran dan pipa pendingin perlu diikat dengan kawat.
Labu didih yang terbuat dari gelas perlu dipilih yang kuat. Labu
didih bekas atau yang telah lama dipakai, diperiksa terlebih dahulu
terhadap kemungkinan adanya keretakan atau scratch. Hal ini
penting terlebih-lebih untuk destilasi vakum. Apabila pemanasan
yang dipakai adalah penangas air, maka perlu diingat bahwa suhu
permukaan bak penangas yang terbuat dari logam, dapat melebihi
titik nyala dari pelarut yang dalam labu. Dengan demikian, harus
dapat dihindarkan kontak antara cairan dengan permukaan
penangas, baik pada saat mengisi labu destilasi dengan cairan
maupun pemasangan atau pembongkaran peralatan destilasi.
f. Refluks.
Refluks juga merupakan gabungan antara pemanasan cairan
dan pendinginan uap, tetapi kondensat yang terbentuk dikembalikan
ke dalam labu didih. Karena prosesnya mirip dengan destilasi, maka
bahaya teknik tersebut serrta cara pencegahannya adalah sama
dengan teknik destilasi.
g. Pengukuran Volume Cairan
Memipet cairan atau larutan dalam volume tertentu dengan pipet
secara umum tidak diperkenankan memakai mulut untuk menghindari
bahaya tertelan dan kontaminasi. Uap dan gas beracun dapat
larut dalam air ludah (saliva). Memakai pompa karet (rubber bulb)
untuk mengisi pipet merupakan cara yang paling aman dan praktis,
meskipun memerlukan sedikit latihan. Sedangkan untuk cairan yang
korosif dapat dilakukan dengan pipet isap (hypodermic syringe).
Apabila menuangkan cairan korosif dari sebuah botol, lindungi
label botol terhadap kerusakan oleh tetesan cairan. Untuk
menuangkan cairan ke dalam gelas ukur bermulut kecil, perlu
dipakai corong gelas agar tidak tumpah.
h. Pendinginan.
Karbon dioksida padat (dry ice) dan nitrogen cair adalah
pendingin yang sering dipakai. Keduanya dapat membakar atau
“menggigit” kulit, sehingga dalam penanganannya harus memakai
sarung tangan dan pelindung mata. Karbon dioksida dapat dipakai
bersama-sama dengan pelarut organik untuk menambah
pendinginan. Karena banyak terbentuk gas (penguapan) maka
pelarut yang digunakan harus nontoksik dan tidak mudah terbakar.
Propana-2-ol lebih baik daripada pelarut organik terklorisasi atau
aseton yang mudah terbakar.
NItrogen cair biasa dipakai sebagai “trap” uap air dalam destilasi
vakum, agar air tidak merusak pompa. Dalam pendinginan tersebut
udara dapat pula tersublimasi menjadi padat, termasuk oksigen dan
hal ini berbahaya bila bercampur dengan bahan organik. Labu
Dewar tempat nitrogen cair perlu pula dilindungi dengan logam agar
tidak berbahaya bila pecah.
Baik karbon dioksida mapun nitrogen mempunyai berat jenis
yang lebih berat daripada udara, sehingga dapat mendesak udara
untuk pernafasan. Oleh karena itu, bekerja dengan kedua pendingin
tersebut perlu dalam ruang yang berventilasi baik atau di ruang
terbuka. Dalam transportasi di gedung bertingkat, keduanya sama
sekali tidak boleh diangkut melewati lift penumpang. Kemacetan lift
yang dapat terjadi sewakti-waktu, dapat berakibat fatal karena gas
tersebut akan mendesak oksigen dan kematian tidak dapat
dihindarkan.
i. Perlakuan Terhadap Silika.
Silika dalam bentuk partikel-partikel kecil yang terserap ke
dalam paru-paru dapat menimbulkan penyakit silikosis. Percobaanpercobaan
dalam kromatorgrafi lapis tipis, banyak memakai bubuk
halus silika gel. Hindarkanlah bubuk halus tersebut, karena dapat
terjadi hamburan di dalam ruang udara pernafasan kita.
Asbes juga merupakan sumber partikel silika dan dengan
panjang serat sebesar 5 mikron sangat berbahaya. Asbes sebagai
bahan isolasi panas dalam laboratorium perlu dilapisi lagi dengan
bahan yang dapat mencegah partikel halus beterbangan di udara
tempat kita bernafas.
Glass wool apabila tidak hancur, tidaklah berbahaya bagi paruparu.
Akan tetapi serat-serat glass wool tersebut sangat halus dan
tajam serta dapat masuk ke dalam kulit apabila dipegang langsung
oleh tangan kita. Ini akan menimbulkan gatal-gatal atau sakit dan
oleh karena itu memegang glass wool harus dengan penjepit dari
logam atau plastik.
j. Perlakuan Terhadap Air Raksa.
Percobaan-percobaan dengan manometer atau polarografi
selalu memakai air raksa yang cukup berbahaya karena sifat
racunnya (NAB = 0,05 mg/m3). Tetesan-tetesan air raksa dapat
melenting atau meloncat tanpa dapat dilihat oleh mata kita, dan
pecah berhamburan di atas meja kerja. Partikel-partikel kecil ini juga
sukar kita lihat apalagi kalau sampai masuk ke celah-celah atau
retakan-retakan meja. Apabila tidak hati-hati, maka ruang di mana
kita bekerja dapat jenuh dengan uap air raksa. Udara ruangan yang
jenuh dengan uap air raksa berarti telah jauh melebihi nilai ambang
batas (NAB) uap air raksa tersebut.
Untuk menghindari bahaya tesebut di atas, daerah kerja dengan
air raksa perlu dipasang dulang (tray) yang diisi air, agar percikan
air raksa dapat dikumpulkan. Ventilasi yang baik sangat diperlukan,
dan apabila tidak ada, maka bekerja dalam ruangan yang terbuka
jauh lebih aman daripada dalam ruangan tertutup.